KeboIwa menyanggupi tanpa curiga. Setibanya di Majapahit, ia menggali banyak sumur. Sungguh pekerjaan yang berat, karena ia harus menggali dalam sekali. Ketika Kebo Iwa sedang bekerja di dasar sumur, Sang Patih memerintahkan pasukannya menimbuni Kebo Iwa dengan kapur. Kebo Iwa sesak napasnya. Kemudian ia pun meninggal di dasar sumur. Dengan meninggalnya Kebo Iwa, Bali pun dapat ditaklukkan Majapahit.
MahaPatih Majapahit, Gajah Mada pun mengatur siasat. Ia mengundang Kebo Iwa ke Majapahit. Ia kemudian meminta Kebo Iwa membuatkan beberapa sumur, karena kerajaan itu kekuarangan air minum. Kebo Iwa menyanggupi tanpa curiga. Setibanya di Majapahit, ia menggali banyak sumur. Sungguh pekerjaan yang berat, karena ia harus menggali dalam sekali.
CeritaRakyat Bali: Legenda Kebo Iwa. Pada jaman dahulu, di Bali, hiduplah sepasang suami istri yang sangat kaya raya. Akan tetapi mereka belum dikaruniani anak. Untuk itu, pergilah mereka ke pura untuk sembahyang dan memohon kepada Yang Maha Kuasa agar dikaruniai seorang anak.
Tetapijustru nama ini mencerminkan kepangkatan yakni Kebo dan diikuti dengan Iwa yang dalam bahasa daerah Bali berarti paman. Kebo Iwa bisa diartikan paman yang berpangkat Kebo. Ki Kebo Iwa yang juga mempunyai sebutan lain yakni Ki Kebo Taruna (taruna = perjaka) adalah panglima perang kerajaan Bedahulu masa Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi
Tibatiba timbunan batu melesat ke segala penjuru, menghantam prajurit Majapahit. Terdengar teriakan membahana dari dalam sumur. Kebo Iwa : (berteriak) "Belum ! Bali masih tetap merdeka, karena nafasku masih berhembus !!. Batu-batu yang ditimbunkan melesat kembali keangkasa dibarengi dengan teriakan prajurit Majapahit yang terhempas batu.
. Dongeng Legenda Kebo Iwa Cerita Rakyat Bali - Inilah dongeng legenda Kebo Iwa cerita rakyat Indonesia dari daerah Bali. Pada zaman dahulu kala di Bali hiduplah sepasang suami istri yang telah lama tidak memiliki keturunan. Mereka sudah lama menikah namun belum juga memiliki anak. Setiap hari mereka berdoa meminta Tuhan untuk memberi mereka anak. Mereka berdoa dan terus berdoa. Tuhan akhirnya menjawab doa mereka. Sang istri kemudian hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Mereka sangat bersyukur dan bahagia. Bayi mereka luar biasa kuat. Dia sangat berbeda dari kebanyakan bayi. Dia banyak makan dan minum. Hari demi hari dia makan semakin banyak. Tubuhnya semakin besar dan kuat. Dan pada saat ia menginjak remaja, tubuhnya sudah sebesar kerbau.
Kebo Iwa[sunting] Lahirnya Kebo Iwa Sang Putra Bali Yang Istimewa[sunting] Kerajaan Bedahulu adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di Bali. Kerajaan ini dipimpin oleh raja yang bergelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang artinya permata yang perkasa dari Bali. Berkat kepemimpinannya masyarakat Bali hidup sejahtera. Mereka sebagian besar bekerja sebagai petani mengolah sawah yang airnya bersumber dari Sungai Pakerisan. Sungai Pakerisan adalah sungai yang disucikan yang asal-usulnya bersumber dari cerita Mayadenawa leluhur raja Bedahulu. Aliran sungai Pakerisan telah memberikan kesuburan bagi tanah Bedahulu. Rakyat banyak membangun pemukiman di sekitar sungai Pakerisan. Salah satunya adalah Sri Karang Buncing, dia hidup bersama istrinya. Sudah lama mereka tidak dikarunia seorang anak. Penghasilan yang dikumpulkan dari mengolah lahan kerajaan seperti tidak ada artinya. Istri Sri Karang Buncing sering mengeluhkan itu kepada suaminya namun pada akhirnya mereka hanya bisa berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat Desa Bedahulu adalah pemeluk agama Hindu yang taat. Setiap bulan purnama kerajaan menggelar upacara di Pura Gaduh. Pura Gaduh adalah pura terbesar di kerajaan Bedahulu. Sri Karang Buncing menghaturkan sebagian hasil dari sawah yang diolahnya berupa beras, kelapa, pisang, dan jagung. Sri Karang Buncing memang terkenal sebagai warga yang senang beramal. Upacara di pura Gaduh memberi berkat sendiri bagi Sri Karang Buncing. Istrinya ternyata mengandung, kebahagiaan Sri Karang Buncing tidak terkira. Sri Karang Buncing bekerja lebih giat lagi mengolah tanah kerajaan. Sehingga semakin banyak hasil yang bisa dia persembahkan ketika upacara di Pura Gaduh. Sebagian hasilnya akan dia kumpulkan untuk membesarkan anaknya. Beberapa bulan kemudian istri Sri Karang Buncing melahirkan seorang putra. Tepat di hari tilem atau bulan mati. Sri Karang Buncing ketika itu sedang membajak sawah dengan kerbaunya. Mendengar kabar bahagia itu Sri Karang Buncing bergegas pulang. Anak itu diberi nama Kebo Iwa. Kebo Iwa tumbuh besar dan kuat, selera makannya sangat tinggi. Sri Karang Buncing sampai kewalahan menyiapkan kebutuhan anaknya. Penghasilan yang dikumpulkannya bertahun-tahun segera habis. Sri Karang Buncing bekerja dengan keras demi membesarkan anaknya. Ibunya sering berhutang kepada tetangga untuk membeli beras. Kebo Iwa tidak seperti anak kebanyakan, mungkin karena lahir dari berkat Pura Gaduh. Badannya tinggi besar itu membuatnya segera bisa membantu ayahnya bekerja. Kebo Iwa sadar sudah menyusahkan orang tuanya, dia pun lebih banyak bekerja dari pada bermain dengan teman sebayanya. Setiap sore Kebo Iwa menemani ayahnya memandikan kerbau-kerbau. Dia pun bertanya kenapa dia diberi nama Kebo Iwa. Ayahnya menjawab nama itu terinspirasi dari kerbau. Kerbau adalah binatang yang sangat berjasa bagi petani. Kerbau binatang yang suci, kuat dan banyak jasanya. Ayah ingin Kebo Iwa bisa meniru sifat kerbau itu kuat, berhati mulia dan memberi manfaat bagi orang banyak. Sri Karang Buncing menasihati Kebo Iwa supaya tidak malu dengan kondisinya. Badannya yang tinggi besar sering menjadi bahan olok-olokan temannya. Ayahnya berpesan supaya Kebo Iwa tidak membalas perlakuan temannya. Kebo Iwa harus rajin belajar menunjukkan prestasi adalah cara yang tepat untuk membalas olok-olokan temannya. Setiap malam Kebo Iwa belajar bersama ibunya ia senang belajar ilmu alam. Belajar sambil mengamati lingkungan sekitar. Kebo Iwa senang melihat bulan dan menyadari bentuk bulan yang berubah-ubah. Dia mencatat perubahan itu terjadi berselang 15 hari. Bulan dalam kondisi penuh disebut dengan bulan purnama. Bulan dalam kondisi kosong disebut dengan bulan mati atau tilem. Ibu mengajari Kebo Iwa ilmu Wariga atau perhitungan hari baik dalam agama Hindu. Umat Hindu tidak hanya merayakan upacara setiap Purnama dan Tilem. Ada perhitungan lainnya yang terdapat dalam ilmu Wariga. Perhitungan itu adalah Wara, Wuku, Sasih dan Tahun Saka. Wara perhitungannya dalam 1 hari, Wuku dalam 1 minggu atau 7 hari, 'Sasih' perhitungan bulan dan pergantian Tahun 'Saka' dirayakan dengan hari raya Nyepi. Kebo Iwa bertanya apakah ada hubungan hari kelahiran dengan warna kulit. Kebo Iwa mengira kulitnya hitam karena lahir pada bulan mati. Ibunya tersenyum melihat kepolosan Kebo Iwa. Ibunya menjawab itu karena turunan ayahnya yang berkulit hitam. Kulit yang sebagian besar dimiliki oleh petani atau kaum Sudra. Semakin hari ibu semakin kesulitan menjawab rasa ingin tahu Kebo Iwa. Dia ingin menyekolahkan Kebo Iwa. Akan tetapi orang dari Sudra Warna tidak boleh bersekolah ketika itu. Masyarakat Bali dikelompokkan ke dalam Catur Warna, Catur Warna adalah pembagian struktur masyarakat berdasarkan profesi. Sudra Warna adalah susunan masyarakat yang berprofesi sebagai petani dan buruh. Ketika itu yang boleh belajar adalah golongan Brahmana dan Ksatria. Brahmana adalah golongan orang suci dan Ksatria adalah golongan raja. Ibu Kebo Iwa pergi ke sebuah sekolah yang dipimpin oleh Ki Soma Kepakisan. Sekolah itu hanya menerima kaum 'Brahmana' dan 'Ksatria' menjadi muridnya. Ibu memohon supaya Kebo Iwa diterima, namun ditolak. Ibu disuruh pulang, namun ibu menolak. Ketika orang sibuk bekerja di dapur, Ibu Kebo Iwa ikut membantu. Begitupun pekerjaan lain seperti menyapu, bertani, memberi makan sapi. Semua dikerjakan sampai berhari-hari. Melihat kesungguhan ibu, Ki Soma Kepakisan luluh hatinya. Kebo Iwa diijinkan bersekolah namun harus melewati tes. Ibu Kebo Iwa pulang dengan senang hati. Kebo Iwa mendatangi ibunya menanyakan kenapa ibu tidak pulang-pulang. Sambil menangis ibu memeluk Kebo Iwa dan mengatakan bahwa dia sudah bisa bersekolah. Kebo Iwa anak istimewa dia pasti mampu melewati tes masuk sekolah Ki Soma Kepakisan. Kebo Iwa Belajar dari Ki Soma Kepakisan[sunting] Kebo Iwa pamitan kepada orang tuanya, dia akan bersekolah selama 6 tahun. Ayah dan Ibu menasihatinya supaya rajin belajar dan patuh dengan perintah Ki Soma Kepakisan. Kebo Iwa harus menjadi anak yang pintar untuk membanggakan keluarga dan desanya. Dia adalah satu-satunya anak dari Sudra Warna yang diijinkan mengenyam pendidikan. Kebo Iwa juga berpamitan kepada warga desa, juga kepada teman yang mengolok-ngoloknya dulu. Mereka merasa malu dengan perbuatannya. Kebo Iwa berjanji akan kembali dan membangun desanya. Dia akan membangun sebuah sekolah untuk warga desa belajar. Perjalanan ke asrama cukup jauh, apalagi Kebo Iwa berangkat subuh. Dia ingin sampai ke sekolah tepat ketika pembelajaran dimulai. Kebo Iwa bergegas berjalan menyusuri pinggir sungai Pekerisan. Sekolah itu tepat berada di hulu sungai Pakerisan. Gerbang sekolah dibuka bertepatan dengan kedatangan Kebo Iwa. Dia segera menemui Ki Soma Kepakisan. Murid-murid duduk membentuk lingkaran di tengahnya Ki Soma Kepakisan duduk pada kursi batu. Kebo Iwa menghadap menyampaikan hormat. Murid-murid merasa heran dengan kehadiran Kebo Iwa yang terlihat berasal dari keluarga miskin. Kebo Iwa memperkenalkan diri kepada teman-temannya. Dia melihat sebagian menertawakan penampilannya. Namun Kebo Iwa membalasnya dengan senyum. Sebagai awal pembelajaran Ki Soma Kepakisan menanyakan keahlian Kebo Iwa. Kebo Iwa sangat ahli dalam bidang pertanian, selain itu dia suka mengukir batu. Ki Soma Kepakisan menyuruh Kebo Iwa mengambil batu di Sungai Pakerisan dan menunjukkan keahlian ukirnya. Kebo Iwa datang membawa batu yang sangat besar. Teman-temannya tertawa, bagaimana dia bisa memahat batu yang besar. Batu yang besar diletakkan di tengah lingkaran di depan Ki Soma Kepakisan. Kebo Iwa menunjukkan keahlian yang belum dia perlihatkan kepada siapa pun, termasuk orang tuanya. Dia memahat batu itu dengan kukunya. Pertama dia membelah batu itu membentuk kubus. Dari kubus itu Kebo Iwa membuat garis-garis untuk menentukan bagian yang akan dipahat. Kebo Iwa tekun memahat batu dengan kukunya. Hal itu menarik perhatian murid-murid dari tingkat di atasnya. Menjelang siang batu itu sudah berubah wujud menjadi bentuk yang sangat dikenal murid-murid sekolah. Batu itu kini menjadi patung Ki Soma Kepakisan yang berdiri lengkap dengan tongkatnya. Ki Soma Kepakisan membenarkan kata-kata ibu Kebo Iwa, bahwa anaknya adalah anak yang istimewa. Kebo Iwa sangat berbakat dalam rancang bangun. Dia akan menjadi undagi atau ahli bangunan yang hebat. Ki Soma Kepakisan mengajarkan Kebo Iwa ilmu matematika, seni memahat, dan seni bangunan. Ibu Kebo iwa sudah berjanji bahwa Kebo Iwa tidak hanya belajar disana, Kebo Iwa juga bekerja. Subuh sebelum pelajaran dimulai Kebo Iwa sudah di dapur membantu memasak. Setelah itu dia mencarikan rumput sapi-sapi milik sekolah. Kebo Iwa juga sering membantu memerah susu sapi. Perlahan teman-teman Kebo Iwa mulai mengaguminya, mereka malu karena sudah menghina Kebo Iwa. Mereka pun tak segan meminta pelajaran dari Kebo Iwa walaupun warna atau status mereka berbeda. Warna tidak ditentukan oleh keturunan atau kekayaan melainkan dari keahlian yang dimiliki. Tidak terasa 6 tahun sudah masa Kebo Iwa belajar. Kini dia sudah menjadi undagi atau ahli bangunan yang hebat tidak hanya itu dia tumbuh menjadi orang yang baik hati. Ki Soma Kepakisan menyarankan Kebo Iwa mengikuti seleksi menjadi undagi istana. Kerajaan Bedahulu sedang membangun candi untuk menghormati raja Anak Wungsu yang wafat. Anak Wungsu adalah kakek dari raja Bedahulu. Kebo Iwa Pahlawan Desa Blahbatuh[sunting] Warga desa menyambut kedatangan Kebo Iwa, mereka menyambut dengan syukuran sederhana. Warga desa duduk di balai desa menikmati makanan yang disediakan oleh Sri Karang Buncing. Upacara penyambutan yang bahagia itu sebenarnya menyimpan kisah haru karena dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Kepala desa yang baru adalah pemimpin yang kejam, warga diharuskan menyetor pajak 2 kali lipat. Warga desa diawasi oleh pasukan pemungut pajak. Tidak ada satu pun yang berani melawan kepala desa itu karena sudah pasti akan disakiti. Kebo Iwa akhirnya tahu kenapa desanya kini berubah, rumah-rumah desa banyak yang rusak. Sawah dan ladang terlihat kering inilah sebabnya desanya tidak semakmur dulu. Warga desa hidup dalam kondisi tertindas. Melihat hal ini Kebo Iwa tidak bisa tinggal diam, dia berjanji akan menyelesaikan masalah desa. Dia akan menemui kepala desa yang lalim itu. Kebo Iwa juga berjanji akan melatih pemuda desa ilmu bela diri, sehingga mereka bisa menjaga desanya dari tekanan pemungut pajak. Ujian untuk menjadi undagi kerajaan tinggal sebulan dalam waktu itu Kebo Iwa terasa cukup untuk membangun desa. Kebo Iwa mendatangi pemungut pajak menyuruhnya berhenti memeras warga desa. Kepala desa tidak terima kemudian memerintahkan pasukan menyerang Kebo Iwa. Pertarungan tidak bisa dihindari, pasukan menyerang Kebo Iwa dari berbagai sisi mereka bersenjata sementara Kebo Iwa hanya mengandalkan kuku. Semua pasukan tidak cukup kuat meladeni Kebo Iwa yang perkasa bahkan kepala desa pun melarikan diri. Warga desa bersorak menyambut kemenangan Kebo Iwa, mereka bahagia karena terbebas dari penjajahan. Warga desa ingin menjadikan Kebo Iwa sebagai kepala desa namun kepala desa biasanya berasal dari pegawai kerajaan. Kebo Iwa mengatakan bahwa dia akan mengikuti seleksi undagi kerajaan. Sebelum itu dia melatih pemuda desa bela diri, untuk menjadi pasukan penjaga desa. Pasukan itu kemudian diberi nama Balabatu, bala artinya pasukan dan batu artinya batu. Balabatu artinya pasukan yang memiliki kekuatan sekuat batu. Kebo Iwa mengikuti seleksi undagi yang nanti akan membangun candi penghormatan raja Anak Wungsu. Candi itu agak berbeda karena akan dibangun pada bibir tebing Sungai Pakerisan. Bibir tebing itu berisi batu andesit yang keras. Tentu ini sangat mudah bagi Kebo Iwa, karena dia dianugerahi memiliki kuku yang keras dan tajam. Ketika akan mengajukan diri kepada petinggi kerajaan, Kebo Iwa dihadang oleh kepala desa. Dia menuduh Kebo Iwa tidak mau membayar pajak dan memimpin pemberontakan melawan pemerintahan Bedahulu. Petinggi kerajaan itu adalah Ki Pasung Grigis, dia adalah mahapatih kerajaan Bedahulu. Melihat keributan itu Ki Pasung Grigis memanggil Kebo Iwa untuk diadili. Kebo Iwa maju dalam persidangan dan menyampaikan keadaan yang sebenarnya. Tidak lupa dia menyampaikan pesan dari gurunya, Ki Soma Kepakisan. Melihat kejujuran dan adab Kebo Iwa yang baik, Ki Pasung Grigis percaya dengan kata-kata Kebo Iwa. Dia justru memecat dan menghukum kepala desa yang lalim itu. Ki Soma Kepakisan adalah sahabat dekat dari Ki Pasung Grigis. Dia tidak mungkin salah memilih murid. Kebo Iwa pasti murid yang spesial sehingga mendapat rekomendasi Ki Soma Kepakisan. Dugaan Ki Pasung Grigis benar, Kebo Iwa adalah undagi yang sangat rajin dan ulet. Walaupun Kebo Iwa adalah pemimpin proyek dia tidak segan terjun langsung membuat ukiran dengan kukunya. Kebo Iwa selain memiliki keahlian 'undagi', dia juga memiliki bakat kepemimpinan. Melihat kelebihan itu, Ki Pasung Grigis mengangkat Kebo Iwa menjadi prajurit kerajaan. Dia kini tergolong 'Ksatria Warna' golongan yang memiliki tugas memimpin dan menjaga keamanan. Kebo Iwa menyambut baik peran itu dia ingin menjaga desanya. Ki Pasung Grigis membagikan semua ilmu dan pengalamannya selama menjadi patih Bedahulu, dia yakin kelak posisinya akan digantikan oleh Kebo Iwa. Kebo Iwa belajar dengan tekun dan cepat menyerap penjelasan Ki Pasung Grigis. Pemimpin yang baik harus mampu menjalankan Tri Kaya Parisudha atau tiga perbuatan yang mulia. Berkata yang baik, berpikir yang baik, dan berbuat yang baik. Itu yang sering dipesankan kepada Kebo Iwa. Pembangunan candi di tebing sungai Pakerisan sudah mulai rampung. Candi-candi yang besar dan megah itu berjejer menempel di dinding tebing. Sebuah karya yang memukau yang menjadi warisan kebesaran kerajaan Bedahulu. Candi itu diresmikan dengan nama Candi Gunung Kawi. Raja Bedahulu sangat terkesan dengan karya Kebo Iwa. Tidak salah orang-orang kerajaan memuji kehebatannya. Kebo Iwa tidak hanya menjalankan tugasnya sebagai prajurit kerajaan melainkan juga memimpin pembangunan Candi Gunung Kawi. Atas jasanya ini, Raja Bedahulu berkenan mengabulkan permintaan Kebo Iwa. Kebo Iwa mengatakan dia ingin kembali ke desanya menjadi pemimpin di sana. Ki Pasung Grigis menyarankan raja supaya Kebo Iwa diberikan kewenangan menjaga wilayah Bedahulu bagian selatan, di bagian itu juga desa Kebo Iwa berada. Raja Bedahulu memutuskan Kebo Iwa diangkat menjadi patih yang menjaga wilayah Bedahulu bagian selatan. Sebagai pejabat kerajaan Kebo Iwa diberikan tanah desa. Semua yang ada di desa itu ada dalam kepengawasan Kebo Iwa. Warga desa berseru menyambut kabar gembira itu. Kini mereka berada dalam kepemimpinan yang baru. Kebo Iwa akan membuat hidup mereka menjadi makmur sejahtera. Wilayah kekuasaan Kebo Iwa itu diberi nama Blahbatuh. Nama ini dipilih untuk menghormati Ki Soma Kepakisan. Kebo Iwa ingat dulu dia harus membelah batu yang besar untuk bisa diterima di sekolah Ki Soma Kepakisan. Kebo Iwa adalah sosok pahlawan, kebanggaan warga desa Blahbatuh. Banyak warisan luhur beliau yang kini masih ada di desa Blahbatuh. Kebo Iwa mendirikan pura Goa Gajah, pura Candi Tebing Tegalinggah, pura Kebo Edan. Arca wajah Kebo Iwa disthanakan di Pura Gaduh. Tempat yang memberkati kelahiran Kebo Iwa.
Asal muasal Danau dan Gunung Batur yang ada di Pulau Dewata Bali di kisahkan dalam cerita rakyat Bali Kebo Iwa. Legenda Kebo iwa memiliki beberapa versi, ada yang mengatakan Kebo Iwa adalah seorang pahlawan ketika Kerajaan Majapahit menyerang Kerajaan Bali Kami pernah memposti kisahnya di Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa Putra Bali namun pada kisah lain diceritakan merupakan raksasa rakus yang sering mengganggu warga di saat kelaparan. Kisah kebo Iwa saat ini akan melengkapi pengetahuan adik-adik mengenai asal muasal Danau dan Gunung Batur. Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa Asal Muasal Gunung dan Danau Batur Pada zaman dahulu di sebuah desa hiduplah seorang raksasa yang sangat besar. Raksasa itu bernama Kebo Iwa. la sering menolong penduduk desa membangun rumah, membuat sumur dan mengangkat batu-batu besar. Kebo lwa tidak minta imbalan apapun, hanya saja masyarakat desa harus menyiapkan makanan yang banyak untuknya secara teratur. Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa Putra Bali Semakin hari tubuh Kebo Iwa semakin besar, makannya sangat banyak sekali. Penduduk desa kerepotan harus menyediakan makanan itu setiap waktu. Porsi makan Kebo Iwa setara dengan menyiapkan makanan untuk seratus orang dewasa. Walaupun masyarakat desa sudah tidak membutuhkan kemampuan dan tenaganya, mereka tetap wajib menyiapkan masakan dan minuman untuk Kebo Iwa. Apabila Kebo Iwa tidak diberi makanan sampai dua hari misalnya, dia akan mengamuk dan melakukan pengrusakan apa saja yang ditemuinya, termasuk rumah warga dan pura. Kebun, sawah, dan ladang juga dirusaknya. Hal itu membuat penduduk desa khawatir, walau penduduk desa sudah tidak membutuhkan tenaganya, mereka harus tetap menyediakan makanan untuk Kebo lwa. Sampai musim kemarau datang. Seluruh lumbung padi milik penduduk mulai menipis. Beras serta bahan makanan lainnya sangat sulit didapatkan. Hujan pun tak kunjung datang. Penduduk mulai khawatir keadaan Kebo lwa. Karena, apabila Kebo Iwa lapar pasti akan melakukan pengrusakan. Sedangkan persediaan bahan makanan sudah sangat menipis, untuk makan keluarga saja tidak cukup apalagi memberi makanan Kebo lwa. Kekhawatiran penduduk desa akhirnya terjadi. Pada suatu waktu Kebo lwa merasa kelaparan, namun makanan belum juga disiapka karena persediaan makanan penduduk desa sudah tidak ada lagi. Kebo lwa menjadi marah dan melakukan pengrusakan. la merusak rumah-rumah penduduk. Bahkan Pura yang merupakan tempat ibadah juga tidak ia lewatkan. “AKU LAPAR! MANA MAKANAN UNTUKKU!” teriaknya meraung-raung. Penduduk berlarian, mereka mengungsi ke desa tetangga. Mereka berteriak-teriak ketakutan, “Tolong..! Tolong…!” semua panik dan takut menjadi terkaman raksasa itu. Kebo lwa terus mengejar para penduduk itu sambil terus berteriak- teriak, “Mana makanan untukku! Atau kalian akan kuhancurkan!” Kebo lwa semakin ganas. la tidak hanya menghancurkan rumah serta bangunan lainnya, namun juga menyantap hewan-hewan ternak milik penduduk. Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa Mengetahui kehancuran yang ditimbulkan Kebo lwa, penduduk desa menjadi sangat kesal dan marah. “Ini tidak bisa dibiarkan! Raksasa itu semakin menjadi-jadi!” ucap salah satu penduduk desa kesal. Kemudian mereka mencari ide untuk membunuh Kebo lwa. Setelah beberapa saat kemudian, mereka menemukan cara untuk mengatur siasat membunuh Kebo lwa. Pada awalnya mereka berpura-pura mengajak berdamai dengan Kebo Iwa. Kemudian mereka mengumpulkan makanan yang sangat banyak dengan berbagai cara agar dapat menjalankan siasat mereka untuk membunuh Kebo lwa. Lalu setelah makanan terkumpul banyak kemudian mereka mendekati Kebo lwa yang sudah selesai makan seekor kerbau. Kebo Iwa kekenyangan. Lalu berbaring beralaskan rumput. “Hai Kebo lwa …!” panggil Kepala Desa. Kebo lwa menoleh, “Mau apa kalian mendekatiku?” tanya Kebo Iwa curiga. Kepala Desa mulai meluncurkan aksinya, “Sebenarnya kami masih membutuhkan tenagamu, karena rumah-rumah dan pura banyak yang kau hancurkan. Bagaimana kalau kau membantu kami membangunnya kembali. Kami akan menyediakan makanan yang banyak untukmu sehingga kau tak kelaparan lagi,” kata Kepala Desa mempengaruhi. “Makanan? Kalian akan menyediakan makanan yang enak untukku? Makanan yang banyak?” mata Kebo Iwa berbinar. la bahagia mendengar kata makanan. “Aku setuju!” sahutnya cepat. Kebo Iwa sangat senang, ia tidak mencurigai sedikit pun. Kebo Iwa mulai bekerja. Dengan waktu yang terhitung singkat, beberapa rumah selesai dikerjakan olehnya. Sementara itu, para penduduk sibuk mengumpulkan batu kapur dalam jumlah besar, itu akan menjadi salah satu alat untuk menjalankan siasat membunuh Kebo Iwa. Kebo Iwa merasa bingung melihat para penduduk sangat banyak mengumpulkan batu kapur. Padahal kebutuhan batu kapur untuk rumah dan pura sudah ia cukupkan. “Mengapa kalian mengumpulkan batu kapur begitu banyak?” tanya Kebo Iwa ingin tahu. “Wahai Kebo lwa yang baik hati! Ketahuilah setelah kamu selesai membuat rumah dan pura milik kami, kami juga akan membuatkanmu rumah yang besar dan sangat indah,” kata Kepala Desa berbohong. Kebo lwa sangat senang mendengarnya, “Benarkah?” tanyanya meyakinkan. Tidak ada kecurigaan sedikit pun darinya. la semakin semangat membantu penduduk desa. Hanya dalam beberapa hari, rumah-rumah dan pura milik penduduk selesai dikerjakan dan sudah tegak berdiri. Sekarang pekerjaannya hanya tinggal menggali sumur besar. Pekerjaan ini memakan waktu cukup lama, Kebo Iwa menggunakan kedua tangannya yang besar dan kuat untuk menggali tanah sampai dalam. Semakin hari lubang yang dibuatnya semakin dalam. Tubuh Kebo Iwa pun semakin turun ke bawah. la mengaum mengeluarkan semua tenaganya. Tumpukan tanah bekas galian yang berada di mulut lubang pun semakin menggunung. Dan terus seperti itu Kebo Iwa mengerjakannya sepanjang hari hingga suatu ketika Kebo lwa kelelahan dan berhenti sejenak untuk istirahat dan makan. la makan sangat banyak. Setelah makan ia mengantuk, ia pun tertidur dengan mengeluarkan suara dengkuran yang sangat keras. Suara dengkuran Kebo Iwa terdengar oleh para penduduk desa yang sedang berada di atas sumur. Para penduduk segera berkumpul di tempat lubang sumur tersebut. Mereka melihat Kebo lwa sedang tertidur pulas di dalamnya. “Dengar semua..!”seru Kepala Desa kepada warganya. “Mari kita jalankan rencana kita yang telah disepakati sejak awal!” perintahnya memimpin warganya untuk melemparkan batu kapur yang sudah mereka siapkan sebelumnya ke dalam sumur. Mereka terus melemparkan batu kapur itu. Kebo Iwa tidak menyadari dirinya dalam bahaya, karena ia terlelap tidur. Air di dalam sumur yang bercampur batu kapur sudah mulai meluap dan menyumbat hidung Kebo lwa, barulah raksasa itu tersadar, “Aaaaaaa….” Kebo lwa mengerang kesakitan, “Tolong teriaknya lemah. Namun, lemparan batu kapur dari para warga semakin banyak. Kebo Iwa tidak dapat berbuat apa-apa. Meskipun memiliki badan sangat besar dan tenaga yang sangat kuat, ia tidak mampu melarikan diri dari tumpukan kapur dan air sumur. Kebo Iwa terkubur hidup-hidup, ia menggelepar-gelepar selama beberapa saat dan menimbulkan gempa sesaat tapi kemudian reda dan diam. Semua penduduk desa mengira Kebo lwa telah tewas terkubur di dalam sumur. Setelahnya air sumur mengalir terus semakin deras. Kemudian air sumur itu membanjiri desa serta membentuk danau. Danau itu kini diketahui bernama Danau Batur. Sedangkan tanah disamping danau yang tertimbun cukup tinggi membentuk sebuah bukit dan kemudian menjadi sebuah gunung yang dikenal dengan nama Gunung Batur. Pesan Moral dari Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa dan Danau Batur adalah Kita harus selalu waspada terhadap sesuatu yang bisa mencelakakan diri. Baca cerita rakyat Indonesia lainnya di Cerita Anak Rakyat Bali Legenda Asal Mula Danau Batur dan Kumpulan Cerita Cerita Rakyat dari Bali.
Cerita Rakyat Dari Bali Kebo Iwa Pada jaman dahulu, di Bali, hiduplah sepasang suami istri yang sangat kaya raya. Akan tetapi mereka belum dikaruniani anak. Untuk itu, pergilah mereka ke pura untuk sembahyang dan memohon kepada Yang Maha Kuasa agar dikaruniani seorang anak. Mereka melalukan sembahyang setiap hari tanpa hentinya. Setelah sekian lama waktu berlalu, si istri mulai mengandung. Suami istri itu pun merasa bahagia dan tak lupa mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa. Akhirnya, setelah sembilan bulan lamanya mengandung, lahirlah seorang bayi laki-laki. Waktu pun berlalu. Sang istri mulai mengandung. Betapa bahagianya mereka. Beberapa bulan kemudian, lahirlah seorang bayi laki-laki. Ternyata yang lahir bukanlah bayi biasa. Ketika masih bayi pun ia sudah bisa makan makanan orang dewasa. Setiap hari anak itu makan makin banyak dan makin banyak. Anak itu tumbuh menjadi orang dewasa yang tinggi besar. Karena itu ia dipanggil dengan nama Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau. Kebo Iwa makan dan makan terus dengan rakus. Lama-lama habislah harta orang tuanya untuk memenuhi selera makannya. Mereka pun tak lagi sanggup memberi makan anaknya. Dengan berat hati mereka meminta bantuan desa. Sejak itulah segala kebutuhan makan Kebo Iwa ditanggung desa. Penduduk desa kemudian membangun rumah yang sangat besar untuk Kebo Iwa. Mereka pun memasak makanan yang sangat banyak untuknya. Tapi lama-lama penduduk merasa tidak sanggup untuk menyediakan makanan. Kemudian mereka meminta Kebo Iwa untuk memasak sendiri. Mereka cuma menyediakan bahan mentahnya. Kebo Iwa memang serba besar. Jangkauan kakinya sangat lebar, sehingga ia dapat bepergian dengan cepat. Kalau ia ingin minum, Kebo Iwa tinggal menusukkan telunjuknya ke tanah. Sehingga terjadilah sumur kecil yang mengeluarkan air. Karena kehebatannya, Kebo Iwa dapat menahan serbuan pasukan Majapahit yang hendak menaklukkan Bali. Maha Patih Majapahit pun mengatur siasat. Ia mengundang Kebo Iwa ke Majapahit. Ia kemudian meminta Kebo Iwa membuatkan beberapa sumur, karena kerajaan itu kekuarangan air minum. Kebo Iwa menyanggupi tanpa curiga. Setibanya di Majapahit, ia menggali banyak sumur. Sungguh pekerjaan yang berat, karena ia harus menggali dalam sekali. Ketika Kebo Iwa sedang bekerja di dasar sumur, Sang Patih memerintahkan pasukannya menimbuni Kebo Iwa dengan kapur. Kebo Iwa sesak napasnya. Kemudian ia pun meninggal di dasar sumur. Dengan meninggalnya Kebo Iwa, Bali pun dapat ditaklukkan Majapahit. Berakhirlah riwayat orang besar yang berjasa pada Pulau Bali.
Bali - Salah satu cerita rakyat Bali yang terkenal adalah Legenda Danau Batur. Cerita rakyat ini mengandung pesan moral untuk para pembaca. Danau Batur terletak di Kabupaten Bangli, Bali. Yuk simak cerita lengkap Legenda Danau Batur, seperti dirangkum dari laman zaman dahulu hidup sepasang suami istri yang telah lama berumah tangga, namun tak kunjung dikarunia anak. Tanpa putus asa, mereka terus berdoa diberikan keturunan, hingga akhirnya doa tersebut dikabulkan Sang Hyang Widi Wasa. Mereka dikarunia seorang anak laki-laki. Anak kedua pasangan ini tumbuh sangat cepat dan memiliki nafsu makan yang kuat. Sejak bayi dia memiliki nafsu makan setara sepuluh orang dewasa. Ketika beranjak usia, nafsu makan anak laki-laki tersebut semakin menjadi-jadi, hingga dia diberi mana Kebo Iwa, yang berarti paman dewasa dan bertambah besar tubuhnya, Kebo Iwa semakin kuat makan. Kebutuhan makannya dalam sehari menyamai kebutuhan makan seratus orang dewasa. Hal ini membuat kedua orang tuanya Iwa terkenal pemarah, apalagi jika tidak mendapatkan cukup makanan. Ia bisa merusak apa saja yang dilihatnya, bahkan tak terkecuali rumah-rumah penduduk dan pura tempat ibadah. Penduduk desa dibuat ketakutan dengan sifat Kebo Iwa ketika begitu, Kebo Iwa tak segan jika diminta untuk membantu pekerjaan warga desa, seperti membuat sumur, memindahkan rumah, meratakan tanah berbukit-bukit, membendung sungai, atau mengangkut batu-batu besar. Ia cekatan mengerjakan semua pekerjaan berat itu, namun dengan imbalan makanan dalam jumlah besar yang membuatnya ketika, penduduk yang bekerja sebagai petani kesulitan menyediakan makanan untuk Kebo Iwa karena musim paceklik. Mereka menjadi sangat khawatir dan ketakutan jika Kebo Iwa marah. Hingga akhirnya warga desa merencanakan siasat untuk menghadapi Kebo Iwa, bahkan berembuk, warga desa menemukan cara untuk menghadapi KeboIwa. Mereka bergotong royong mengumpulkan makanan hingga terkumpul banyak, sementara warga desa juga gotong royong mengumpulkan batu-batu kapur. Setelah semua tersedia, kepala desa dan warga menemui KeboIwa. Simak Video "Kondisi 35 Rumah Semi Permanen di Denpasar Ludes Terbakar" [GambasVideo 20detik]
cerita kebo iwa dalam bahasa bali